Judul: Berbagi Info Seputar TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi Full Update Terbaru
link: TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi
Berbagi TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi Terbaru dan Terlengkap 2017
Tak ada yang istimewa di kompleks sekolah Al-Huda di Dusun Kedunen, Desa Bomo, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, Jawa Timur. Kompleks itu ditempati dua lembaga sekolah, yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Huda dan Madrasah Aliyah Al-Huda. Sekolah ini tak pernah memungut uang pendidikan sekolah bagi siswa-siswinya yang belajar di sana.Dua lembaga pendidikan ini, di bawah naungan Yayasan Pendidikan Al-Huda, merupakan milik Kompol Mustaqim, seorang perwira menengah di Polres Banyuwangi. Kompol Mustaqim mendapatkan amanah dari orang tuanya untuk meneruskan lembaga pendidikan yang didirikan pada tahun 1954 itu.
"Amanah dari orang tua saya dibantu keluarga yang lain untuk meneruskan lembaga pendidikan ini. Dan lembaga ini sejak pertama sudah membebaskan biaya untuk siswanya," ujar Kompol Mustaqim, saat berbincang dengan detikcom, di salah satu ruang kelas MI Al-Huda, Kamis (19/1/2017).
Lembaga pendidikan yang didirikan H Nur Syamsi, orang tua Kompol Mustaqim, ini diserahkan sepenuhnya sejak tahun 1998. Kala itu Mustakim masih berpangkat inspektur polisi dua (ipda) dengan jabatan selaku Kapolsek Arjasa, Polres Situbondo.
Saat dikendalikan orang tuanya, MI yang dulu berawal dari pendidikan diniyah atau TPQ hanya memiliki 50 murid. Rata-rata siswa dari enam jenjang kelas yang tersedia hanya berjumlah 8-10 orang.
"Waktu itu MI hanya memiliki enam ruangan. Dua di antaranya rusak parah sehingga dua ruang lainnya dipaksakan untuk belajar siswa dari jenjang kelas yang berbeda," tambahnya.
Perubahan mulai dia jalankan. Ruangan kelas yang rusak diperbaiki. Guru yang tidak bisa diajak maju terpaksa dievaluasi. Buku pelajaran yang tak mampu dibeli para siswa disubsidi menggunakan uang pribadi. Tiap murid tidak hanya satu buku, tapi empat buku sekaligus. Polisi yang memiliki keahlian di bidang intelijen itu harus merogoh koceknya Rp 7 juta demi meningkatkan kemampuan para siswa binaannya.
"Zaman mertua, para wali murid bayar pakai beras. Beras itu kurang untuk membayar gaji para guru. Uang hasil penjualan kelapa digunakan untuk menutupi kekurangannya," kisahnya.
Kini, lembaga pendidikan itu telah berkembang. Tahun 2012 akhirnya didirikan sekolah baru, yakni Madrasah Aliyah Al-Huda. Lokasinya di belakang MI Al-Huda. Pendirian MA ini karena sekolah setingkat SMA di wilayah Desa Bomo memang masih terbatas. Jika dulu muridnya sulit menembus angka 100, kini jumlahnya menjadi 221 siswa.
"Murid MI ada 160 orang dan MA 61 siswa. Semuanya bisa menikmati pendidikan dengan gratis. Tidak ada pungutan SPP, uang ujian, maupun uang gedung," tegasnya.
Pengajar dan staf sekolah di Yayasan Al-Huda (Ardian/detikcom) |
Kompol Mustaqim Biayai Sendiri Dua Sekolahnya.
Hingga saat ini, MI Al-Huda dan MA Al-Huda terus menjadi tempat mengenyam pendidikan masyarakat sekitar. Sekolah ini tentunya membutuhkan biaya operasional. Lantas bagaimana Kompol Mustaqim membiayai dua sekolah itu?
Menurut Kompol Mustaqim, selain dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah, dirinya masih mengeluarkan anggaran pribadinya. Kompol Mustaqim tak mau menggantungkan pembiayanya melalui para donatur. Urusan gaji guru dan renovasi gedung tetap diambilkan dari pendapatan pribadinya yang didapat dari berkebun cabai, semangka, sampai bawang.
Untuk menggaji guru MI, MA, plus pengajar TPQ maupun muazin Masjid Al-Huda, per bulan dia harus mengucurkan dana kurang-lebih Rp 7,5 juta.
"Alhamdulillah, nasib saya baik. Tanam semangka, yang lain bangkrut, milik saya justru untung berlipat. Coba tanam bawang di Situbondo ternyata berhasil. Padahal petani di sana banyak yang merugi. Begitupun dengan kebun cabai yang kini saya geluti. Puji syukur hasilnya sangat memuaskan. Ini hikmah dari mengabdikan diri untuk agama dan pendidikan sesama," ungkapnya.
"Pesan saya ke pengajar di sini, ya ikhlas. Meski dibayar seadanya, mereka ternyata ada beberapa yang rela tak dibayar. Alhamdulillah, sampai saat ini para pengajar setia untuk mengabdikan diri di sekolah ini," tambahnya.
Pola pikir Kompol Mustaqim itu menular kepada sejumlah guru yang mengajar di MI Al-Huda. Salah satunya adalah Ida Hustina (37). Guru pengajar kelas IV MI Al-Huda ini mengaku terinspirasi oleh pembina sekolahnya yang mau berjuang membesarkan lembaga pendidikan atas dasar ikhlas. Langkah itu dia ikuti dengan jalan bersedia tidak menerima gaji dari pihak sekolah karena telah menerima jatah uang sertifikasi Rp 1,5 per bulan.
"Buktinya, uang segitu cukup buat memenuhi kebutuhan keluarga. Mungkin ini hikmah dari ikhlas ini. Alhamdulillah, saya tidak kekurangan," tambahnya.
Suasana belajar-mengajar di MI Al-Huda (Ardian/detikcom) |
Sukses memajukan lembaga pendidikan, bapak tiga anak itu ganti menggerakkan warga Dusun Kedunen agar mau meramaikan masjid. Akhirnya dibangun Masjid Al-Huda yang letaknya di antara sekolah MI dan kediaman pribadi Haji Mustaqim. Rumah ibadah itu dibangun dua lantai dengan mengadopsi arsitektur modern.
"Usaha itu hanya menjalankan dua wasiat mertua yang meninggal pada tahun 2008. Pesannya, ramaikan masjid dan majukan sekolah. Sebetulnya ingin mendirikan madrasah tsanawiyah. Berhubung di dekat lokasi banyak sekolah serupa, akhirnya urung," ujarnya.
(rvk/bdh)
Itulah sedikit Artikel TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi terbaru dari kami
Semoga artikel TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi yang saya posting kali ini, bisa memberi informasi untuk anda semua yang menyukai ponsel gaming murah. jangan lupa baca juga artikel-artikel lain dari kami.
Terima kasih Anda baru saja membaca TELADAN ! Melihat Sekolah Madrasah Gratis Milik Seorang Polisi di Banyuwangi